Hendardi
Ketua Badan Pengurus Setara Institute
Tak disangka mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Markas Besar (Mabes) Polri Komjen Susno Duadji dijemput paksa oleh polisi provos, beberapa waktu yang lalu, di Bandara Soekarno-Hatta, ketika akan berangkat ke Singapura untuk menjalani cek kesehatan. Perlakuan seperti itu diperbuat terhadap seorang jenderal dengan penilaian bahwa Susno menyalahi disiplin. Misalnya, tidak masuk kantor selama lebih dari 73 hari, dan pernah memberi kesaksian dalam persidangan mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Kemudian, ia diperiksa lebih dari empat jam di Mabes Polri, lalu dilepaskan. Dalam proses selanjutnya, kini Susno Duadji ditahan.
Kasus itu telah menimbulkan masalah baru bagi Mabes Polri terkait hak atas kebebasan bergerak atau bepergian walaupun yang dipakai untuk diterapkan pada Susno adalah Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Apakah dugaan pelanggaran disiplin yang ditimpakan pada seorang anggota Polri dapat diberlakukan tindakan menjemput paksa di mana yang bersangkutan hendak melakukan cek kesehatan ke luar negeri? Lagi pula, apakah pelanggaran itu mengarah pada tindak pidana, sehingga diperlukan tindakan menjemput paksa? Masalah pokok ketegangan antara Susno dan pimpinan Polri adalah pernyataan Susno mengenai dugaan makelar kasus (markus) yang melibatkan sejumlah pejabat di Mabes Polri. Kebebasan itu bahkan terkait dugaan beroperasinya markus di Mabes Polri. Artinya, Susno ingin mengungkap apa yang diketahuinya mengenai suap atau pemerasan dalam penanganan perkara, termasuk dalam perkara Gayus Tambunan. Ia ingin kasus kriminal di institusinya dibongkar. Dengan begitu, perlulah kiranya pejabat Polri bertindak tanpa terburu-buru yang justru bisa menimbulkan dugaan pelanggaran hak atas kebebasan orang yang dipandang berguna bagi pemberantasan mafia hukum.***
Sumber : http://www.suarakarya-online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar